Nam's AU

Contains the entire narrative of all the stories that i make.

“Vernon, kenapa ya aku susah banget dapet teman?”

“Kenapa kamu nanya kayak gitu?”

“Ya gitu.. Setiap aku ketemu orang baru sampai nyaman banget, ternyata dia gak nyaman sama aku dan aku ditinggalin. Apa personaliti aku jelek sampai orang gak betah sama aku?”

“Gak kok. You have good personality, Seungkwan.”

“T-tapi ...”

“Gini, kwan. Sifat manusia itu selalu gak merasa cukup. Setiap hari akan dipertemukan sama yang baik dan lebih baik lagi menurut dirinya.”

“Hmm... Aku cuma butuh teman kok dan gak mau dia pergi ninggalin aku.”

“Seungkwan, hidup orang lain gak berputar di kita doang. Ada saatnya orang lain menentukan hidupnya harus berputar pada siapa yang sebenarnya sangat baik buat sisa hidupnya.”

Hening sejenak di antara keduanya.

“Seungkwan, satu motto hidup yang belum pernah aku sampaikan ke kamu. Aku selalu percaya sama Tuhan kalau orang itu baik buat aku, dia selalu bertahan sama aku. Kalau orang itu gak baik buat aku tapi aku maksa dia adalah yang terbaik, cepat atau lambat Tuhan matahin hati aku biar aku sadar.”

Seungkwan terdiam.

“Udah berapa kali kamu patah hati, kwan?”

“Tiga.”

“Ujung-ujungnya kamu cerita sama aku, kan?”

“Iya...”

“Kalau aku sih udah capek ya, kwan. Aku udah gak nyari-nyari yang baik dan lebih baik lagi.”

“Kenapa?”

“Aku udah bersyukur kamu masih bertahan sama aku dan aku juga bertahan sama kamu.”

“Maksudnya?”

“Kamu mau gak nikmatin sisa hidup bareng aku?”

“Aku?”

“Iya. Aku sadar, hidup kamu selalu berputar di aku. Tapi kamu gak pernah sadar aku juga selalu berputar dihidup kamu.”

Part 2 (3): Ghandi penasaran juga


06:40

Di pagi yang cerah ini, Pipo sudah berada di kamar Galih dan Ghandi.

Mencium pipi mereka, mengusap lembut surai mereka, dan membuka tirai yang menutupi cerahnya matahari yang akan menyapa mereka.

“Selamat pagi para kesayangan Pipo!” sapa Pipo seraya menyibak tirai dan membiarkan cahaya menyentak lelapnya mereka.

“Ayo banguuuun~” seru Pipo menghadap dua jagoannya yang hanya terusik sedikit, lalu menutup seluruh tubuhnya dalam selimut dan melanjutkan tidurnya.

“Ada yang ingin sandwich buatan Pipo?” ucap Pipo yang kembali melangkah ke arah mereka.

Namun, hening, hanya ada suara dengkuran halus dari kedua anaknya.

“Galih?” tepuk pelan Pipo pada Galih yang menutup wajahnya dengan selimut.

“Wait for a few minutes, Po..” ucap serak Galih dalam selimutnya.

“Ghandi, ayo banguun~” usap lembut Pipo, mengintip sedikit pada gumpalan selimut yang berisikan Ghandi sedang tengkurap dan setengah menungging.

Pipo terkikik pelan melihat posisi tidur Ghandi yang menurutnya lucu.

“Ckck.. De, ayo bangun!”

“Wa-it, Pi-po..” ucap serak Ghandi seraya mendudukan tubuhnya yang masih tenggelam dalam gumpalan selimut, hanya kepalanya saja yang terlihat menyembul.

Ghandi terduduk dengan matanya yang masih terpejam, bibir mungilnya yang manyun, surai hitamnya yang berantakan. Pipo tersenyum melihatnya.

Mereka tak sadar, sejak tadi Papi mengintip dari pintu kamar, melihat suami dan anak-anaknya yang gemas. Lalu tergerak untuk ikut terlibat dalam suasana hening mereka,

“Ekhem...” sentak Papi seraya melebarkan pintu kamar anaknya.

Di saat itu pula, Ghandi membuka kedua matanya, Galih menyibak selimut yang menutupi wajahnya dan menatap kosong pada langit kamar, serta Pipo yang melirik kearah Papi lalu kembali menatap kedua anaknya yang seketika terbangun.

“Mau Papi saja yang bangunkan?” ucap tegas Papi sembari berkacak pinggang.

“No. Kita sudah bangun!” jawab Galih dengan suara khas bangun tidurnya.

“Yes.. we ale awake, Pa-pi..” sahut Ghandi dengan suara gemasnya.

“Wash your face, then have breakfast, okay?” perintah Papi.

“Yes~” jawab Galih dan Ghandi yang turun dari ranjangnya, kemudian keduanya menunduk melewati Papi nya untuk keluar kamar.

Pipo ikut melangkah di belakang mereka, namun berhenti di depan Papi.

“Sayang, jangan galak-galak gitu ah nanti anak-anak kamu takut!” ucap Pipo yang melingkarkan tangannya pada pinggang Papi seraya memanyunkan bibirnya.

“Itu gak galak, sayang. Cuma tegas..” jelas Papi seraya merengkuh pinggul Pipo.

cup! Satu kecupan mendarat di bibir Pipo,

“Morning kiss! Wleee~” ledek Papi seraya berlari kecil meninggalkan Pipo yang menahan marah.

“Huh, gak suami, gak anak, bikin gemes pengen nyubit semua!” dumel Pipo yang melangkah keluar dari kamar dan menutup pintunya.


“Ghandi, penasaran tidak?” tiba-tiba saja Galih membuka topik pembahasan setelah menghabiskan sarapannya dan meletakkan pisau serta garpu sejajar di atas piring datarnya, ia sudah terbiasa dengan table manners yang Pipo ajarkan ketika selesai makan.

“Apwa?” tanya Ghandi yang mulutnya masih mengunyah makanan.

Papi dan Pipo fokus menyesap kopi seraya mengawasi pembahasan anaknya.

“How to make a baby!”

“Uhukk”

“Eoh? Twell mweh!” jawab Ghandi diikuti reaksi tubuhnya yang sangat antusias dengan mulut penuh makanan.

“Uhukk..” Papi terus tersedak saat menyesap kopinya di waktu Galih dan Ghandi berbicara.

“Ish kamu nih kebiasaan! Bersihin!” omel Pipo pada Papi.

“Kata pipo bayi itu seperti tumbuhan!” antusias Galih mulai menjelaskan pada Ghandi.

“Di twanawm?” jawab Ghandi yang tetap mengunyah makanannya.

“Hey habiskan dulu yang di mulut, baru berbicara!” Pipo memotong pembicaraan mereka untuk mengingatkan.

“Wait, Ghwandi mwenghwabiskan duwu!” ucap Ghandi seraya menyuap potongan sandwich terakhirnya dan mengunyah dengan terburu-buru.

“Letakkan dengan benar garpunya..” ucap Pipo yang terus mengawasi pergerakannya.

Galih menunggu dengan tangan tersila di atas meja, sedangkan Papi sibuk membersihkan cipratan kopinya.

“Fwinished!” ucap Ghandi tegas namun menggemaskan serta tersenyum riang pada Galih yang menatapnya dengan teduh.

Pipo bangkit dari duduknya menuju dapur.

“Iya, bayi itu seperti tanaman!”

“Belalti Ghandi juga bisa- membuat bayi?”

“Tidak!”

“Why?”

“Bisa membuatnya kalau sudah menikah, seperti Papi dan Pipo!”

“Why?”

“Because...” jeda Galih seperti mencari pertolongan untuk menjawabnya dengan melirik ke arah Papi.

Papi merasa canggung dan pusing ditinggalkan sendirian dengan kedua anaknya yang baginya membahas hal rumit. Kemudian memilih bangkit, berniat menghampiri Pipo. Namun, Pipo sudah kembali dengan dua gelas susu putih di tangannya.

“Mau kemana?” tanya Pipo yang melihat Papi berdiri.

“Mau ke kamar mandi.” jawab singkat Papi dengan langkah terburu-buru ke arah kanan di mana itu adalah ruang tamu.

“Hey! Toilet sebelah sana, kenapa malah ke ruang tamu?!” teriak Pipo melihat Papi yang melangkah ke ruang tamu, bukan kamar mandi.

“Oh iya aku lupa!” ucap Papi seraya menepuk jidatnya dan membalikkan arah langkahnya.

Hal konyol itu disaksikan suami serta anak-anaknya di ruang makan dengan ekspresi bingung.

Pipo hanya menggeleng sembari meletakkan segelas susu di sisi kanan anak-anaknya.

“Pipo, Ghandi ask me. Kenapa membuat bayi bolehnya setelah menikah? And Galih belum tau kenapa..” ucap sendu Galih yang menatap Pipo nya.

“Karena aturannya memang harus menikah dulu, sayang. Setelah menikah, baru boleh membuat bayi bersama..” jelas Pipo.

“Kenapa membuatnya halus belsama-sama?” tanya Ghandi lagi.

“Tidak bisa membuat bayi sendiri, harus ada satu orang yang memiliki benih dan menanamnya, dan satu orang memiliki tempat untuk menumbuhkan tanamannya.” jelas Pipo.

“Kalo sepelti tumbuhan, Ghandi juga bisa menanam tumbuhan!” seru Ghandi pada Pipo, namun kembali mengerutkan keningnya karena masih bingung.

“Itu kalau tumbuhan beneran, sayang. Kalau ini kan bayi, tumbuhnya dalam tubuh manusia.” ujar Pipo.

“Eoh? Bagaimana calanya ada bayi dalam tubuh Pipo?” tanya Ghandi.

“Karena Papi yang menanam benih dalam tubuh Pipo!” jawab antusias Galih yang sedikit menghentak meja karena ia merasa bangga jika mengetahui jawabannya, dan Ghandi kembali menghadap Galih.

“Bagaimana Papi menanamnya?” tanya Ghandi kembali dengan wajah polosnya.

Galih yang sudah antusias, kembali menyendu karena ia juga belum tau hal itu, dan keduanya kompak mengedarkan pandangannya pada Pipo.

“Hm?”

“Tell me, Pipo..” pinta kedua anaknya yang penasaran.

OH, TUHAN. JUJUR. PIPO JUGA SANGAT PUSING MENJELASKANNYA.

Pipo menghela nafas sejenak, lalu menatap kedua anaknya dengan senyuman manis.

“Sekarang Pipo tanya dulu, kalian umurnya berapa?”

“Delapan tahun!” jawab Galih.

“Lima!” jawab Ghandi dengan menunjukkan kelima jarinya.

“Nah, tunggu sampai beberapa tahun lagi, ya!” ucap Pipo.

“Too long, Pipooo~” keluh Galih dan Ghandi bersamaan.

“Sekarang belum saatnya, sayang.” ucap Seungkwan lembut seraya mengusak surai mereka.

“Sekarang kalian hanya boleh tau sebatas membuat bayinya itu setelah menikah, dan bayi ada karena Papi yang menanam benihnya pada tubuh Pipo, lalu akan membesar di sini!” jelas Pipo sembari mengusap perutnya.

“Cala mengelualkan bayinya?” tanya Ghandi lagi.

“Operasi.” jawab Pipo.

“Ope..lasi?” bingung Ghandi.

“Iya, operasi itu dibantu oleh dokter.” jelas Pipo.

“Doktel gigi?”

“Bukan, Ghandi!” sela Galih.

“Lalu?”

“Dokter yang menangani kandungan dan melahirkan.” jawab Pipo yang semakin pening memijat pelipisnya, kemudian berdiri mengambil peralatan makan mereka, dan membawanya ke dapur.

“Kandungan itu apa?”

“Hamil!” jawab Galih.

“Oh pelutnya sepelti balon?”

“Correctly!”

“Kalo melahilkan?”

“Hmm...” gumam Galih memikirkan jawabannya.

“Galih, Ghandi, cepat minum susunya!” teriak Papi yang hanya melewati ruang makan menuju garasi.

“Yes, Papi!” serentak keduanya mulai meneguk susunya.

“Langsung mandi, ya! Kita mau jalan-jalan.” perintah Papi yang menyembulkan kepalanya dari balik tembok ruang tamu.

Hanya dibalas anggukan oleh kedua anaknya yang masih meneguk susunya.

Pipo yang mendengarnya dari dapur hanya terus menghela nafas tenang karena kedua anak itu terus-terusan mempertanyakan soal bayi.

“Pipo, ini gelasnya.” ucap Galih dan Ghandi yang cukup mengagetkan Pipo karena kedua anaknya tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

Mereka menyodorkan gelas kosongnya, lalu Pipo menerima gelas mereka dan kembali fokus mencuci. Namun, dua anaknya masih setia berdiri di belakangnya seperti menunggu sesuatu.

“Kenapa masih berdiri di situ? Papi menyuruh kalian mandi, kan?” tanya Pipo sembari mencuci gelas mereka.

“Want to ask again, Pipo..” ucap Galih.

“Melahilkan itu apa, Pipo?” tanya Ghandi.

“Melahirkan itu proses mengeluarkan bayi dari sini.” jelas Pipo seraya menunjuk perutnya.

“How?”

“Dengan dokter, Ghandi!” sela Galih yang mulai kesal adiknya bertanya terus-menerus.

“Oh, doktel kandungan dan melahilkan tadi?”

“Iya! Sudah kan? Ayo mandi nanti Papi marah!” tarik Galih.

“Telima kasih, Pipo.” ucap Ghandi sedikit berteriak karena sudah ditarik oleh Ghandi.

Pipo tersenyum seraya mengeringkan tangannya, dan melihat kedua anaknya sudah menghilang dari pandangannya.

Papi datang, menarik Pipo yang baru saja melepas apron, dan membawa Pipo dalam pelukannya.

“Suami aku terhebat!”

OH MUJI. Dalam hati, Pipo berseru.

“Iya, kamu pengecut!” omel Pipo.

“Aku gak pengecut, cuma gak berani aja. Takut aku gak sabar dan setenang itu jelasin ke mereka, nanti malah jadi ngomelin mereka.” jelas Papi.

“Sama aja pengecut!” sebal Pipo.

“Stt.. madep sini dong.” pinta Papi seraya menarik dagu Pipo dengan jemarinya.

Keduanya menipiskan jarak, Pipo melingkarkan tangannya pada leher Papi, dan Papi melingkarkan tangannya pada pinggang Pipo guna mengunci tubuh itu dalam dekapannya.

Kedua bibir saling bertemu, lembut memanggut penuh ketulusan tanpa didominasi rasa nafsu.

Panggutan mesra seperti ini sudah sering mereka lakukan saat ingin mengucapkan terima kasih untuk terus melengkapi satu sama lain, tanpa perlu mengucapkan.

Dua orang dewasa yang masih saling memanggut.

Tak sadar, kalau kedua anaknya ada di sudut sana dengan masing-masing handuk yang membalut tubuh mereka.

Awalnya mereka berniat menanyakan sabun mandi baru milik mereka yang Papi belikan kemarin, namun Galih sangat terkejut melihat panggutan keduanya dan langsung menutup pandangan adiknya dengan kedua telapak tangannya.

“Ghandi, don't see!” bisik Galih.

“Why?” jawab Ghandi yang ikut berbisik bingung dengan kedua tangan yang memegang balutan handuknya.

“Kita ke kamar mandi lagi.. merem!” perintah Galih yang masih berbisik sesekali celingukan melihat Papi dan Pipo masih asik memanggut, ia segera menarik adiknya kembali ke kamar mandi.


▪︎ Narration by Nami ▪︎ 28 Juli 2021

[Verkwan AU🔞] Sweet Foreplay


Lima belas menit telah berlalu. Vernon keluar dari kamar mandi hanya mengenakan bathrobe biru serta handuk kecil yang mengusak-usak surai basahnya.

Ia maju beberapa langkah untuk menekan tiga saklar guna memadamkan lampu kamar mandi, ruang tamu, dan dapurnya. Langkah teraturnya mulai menaiki satu persatu anak tangga seraya bersiul pelan menuju kamar tidurnya yang terletak di lantai dua.

Sesampainya ia di depan pintu kamarnya, ada keanehan yang membuat pikirannya teralihkan pada suara dari dalam kamarnya.

“Enghh...”

Vernon mengerutkan dahinya.

“Aaahh...”

Ia menempelkan telinganya pada pintu kamar.

“Shh aaah...”

Itu suara Seungkwan nya. Pikirnya, ia mendesah dengan siapa? Tidak mungkin Seungkwan yang menjadi miliknya itu selingkuh dengan orang lain, kan? Bisa saja Seungkwan sedang menonton video porno? Hmm.

“AH!”

Teriakan Seungkwan menyentak lamunannya.

Vernon segera buka pintu kamarnya dengan terburu-buru.

Betapa terkejutnya ia dengan pemandangan panas di depannya yang terlihat sangat menggoda tanpa sehelai benang menutupi tubuh itu.

Sosok itu terbaring menyamping, bermain dengan dildo dan botol pelumas yang terbuka di sampingnya.

Ia benar-benar terpaku pada Seungkwan nya, “Oh.. So bootiful!” gumamnya seraya tersenyum.

Ia terus terpaku, menatap lurus pada tubuh dan pinggul Seungkwan yang terus meliuk-liuk di atas mejanya. Dilihatnya manik itu terpejam, menikmati sensasi dildo yang memompa lubangnya.

“Mmphh..”

Ya, disana Seungkwan sedang bermain panas di atas meja kerja milik Vernon. Seungkwan pun menoleh, menatapnya dengan erotis.

“Aaah..

Bo-nonie sudah pulangh?

Nghhh..

Kwanie kangenhh..”

Seungkwan berbicara seraya melenguh dengan peluh keringat di wajah dan tubuhnya. Dildo itu terlihat jelas keluar-masuk dalam lubang kenikmatannya.

“Ya, i miss you, my boo,” ucap Vernon seraya menutup rapat kembali pintu kamarnya.

Bagian bawahnya terasa semakin sesak. Ia mendekat pada Seungkwan, menikmati setiap erangan yang Seungkwan keluarkan karena dildo yang terus memompa lubangnya.

Jarak keduanya menipis. Seungkwan menghentikan gerakan tangannya yang memegang dildo.

Ia menoleh pada Vernon yang mengusap setiap inci tubuhnya dan berhenti pada bongkahan sintal miliknya.

Plakk!

“Ah!”

Vernon menampar satu persatu bongkahan sintal milik Seungkwan yang tentu mendapat erangan keras darinya.

PLAKK!

“AH BONONIE STOP!”

Teriak Seungkwan seraya menggenggam satu tangan Vernon untuk menghentikan tamparan pada bongkahan miliknya.

“Hm. You're very naughty.”

Vernon mengusap lembut kedua bongkahan yang memerah itu.

Kedua tangan Vernon menjamah dan memilin nipple Seungkwan.

Lenguhan penuh nikmat ia keluarkan karna sentuhan yang diberikan.

Vernon menurunkan posisi wajahnya guna memberi kecupan serta gigitan sensual pada bahu dan telinga Seungkwan.

“Ahh.. Bononie,” lenguhan serta kedua tangannya mulai mengusak surai Vernon. Meninggalkan dildo yang tetap menancap pada lubangnya.

“You're very seductive, babe,” bisik Vernon dengan suara rendahnya tepat di telinga Seungkwan.

Seungkwan hanya bisa menggeliat, membiarkan tubuhnya saja yang berbicara bahwa ia sangat merindukan sentuhan Vernon nya.

Perlahan tangan Vernon mengeluarkan dildo yang menancap dalam lubang Seungkwan. Menarik Seungkwan untuk duduk, lalu menjatuhkan tubuh polosnya dalam gendongan Vernon.

Seungkwan memeluknya seraya melingkarkan kakinya pada pinggang Vernon. Keduanya pun bertatapan.

“Ganti pakai Kelvin aja.”

“Kelvin siapa?”

“Punya aku, namanya Kelvin..”

Gurau Vernon yang mendapat respon berupa pukulan di bahu kanannya, serta Seungkwan menyembunyikan wajahnya diceruk leher Vernon.

“Apa sih kamu! Gak lucu!” kesal Seungkwan.

“Ckckk..”

Kekeh Vernon seraya melangkah menuju ranjang mereka.

Tangan Vernon sibuk meremat bongkahan sintal itu, sesekali mengusap lembut lubang milik Seungkwan.

“Enghhh.. Bononie, kenapa lembur terus sih? Aku kan kangen!” lenguh Seungkwan seraya mengeratkan pelukannya akibat jemari yang mengusap lembut lubangnya.

“Kangen banget ya sama Kelvin?” goda Vernon.

“Jangan disebut Kelvin! Aku benci dengernya!”

“Keren tau namanya Kelvin,” ledek Vernon kembali.

“Kalo masih sebut Kelvin, gak usah dilanjutin aku sebel!” rengek Seungkwan.

“Yakin?”

Tanya Vernon diikuti langkah kakinya yang berhenti disisi ranjang dengan Seungkwan masih dalam gendongannya.

Seungkwan menegakkan tubuhnya. Tangannya dilingkarkan pada leher Vernon.

“Jangan sebut Kelvin! Cringeee tau dengernya,” ucap Seungkwan mempoutkan bibirnya.

“Iya.. Engga sayaaang..”

Masih dengan posisi Seungkwan dalam gendongan Vernon. Keduanya semakin tenggelam dalam dunianya.

Mengunci tatapan, menikmati deru nafas yang dikeluarkan, dan perlahan mendekatkan wajah guna saling mengadu hidung seraya tersenyum lebar.

Untuk sejenak saja keduanya berbagi rasa rindu setelah sekian lama tidak bersentuhan karna Vernon sibuk mengurus banyak proyek.

“Wangi kamu makin manis aja,” puji Vernon membuat keduanya berhenti mengadu hidung.

cup! satu kecupan hangat nan lembut mendarat di bibir manis Seungkwan.

“Mau langsung masukin atau..

-eh?! Kamu kenapa jadi gemesin gini? Perasaan tadi binal banget sampe bikin aku kaget ckckk”

Belum selesai Vernon bicara, ia sudah terkekeh kembali melihat Seungkwan tersipu mengalihkan pandangannya dengan bibir yang dikulum malu seraya menatap kerah bathrobe Vernon.

“Kenapa?” tanya Vernon masih dengan senyuman lebarnya pada Seungkwan yang mulai menyentuh area kerah bathrobenya.

“Bononie.. Udah mandi ya?” ucap Seungkwan cemberut.

“Iya, emangnya kenapa?” tanya Vernon seraya menarik dagu Seungkwan dengan jemarinya, kembali memberi kecupan pada bibir manis itu.

“Nanti kamunya bau lagi,” ucap Seungkwan mempoutkan bibirnya.

“Kkkkk.. Lagi pula bukannya udah bau? Kan lagi gendong kamu yang udah telanjang sama keringetan gini nih,” ledek Vernon seraya meremat kedua bongkahan bulat ditangannya.

Seungkwan tersipu, kembali menenggelamkan wajahnya diceruk leher Vernon untuk menutupi pipinya yang memerah malu.

Vernon kembali meletakkan jemarinya pada lubang yang sudah mengerut rapat, berulang kali memberi usapan dan penekanan lembut pada lubang itu.

Pegangan Seungkwan beralih menjamah surai Vernon. Menjambak dan menekan kepala Vernon untuk terus menghisap collarbonenya.

Seungkwan menggeliat dalam gendongan Vernon. Mulutnya terbuka lebar melenguhkan nama sang dominan dengan saliva yang mengalir keluar dari mulutnya.

“Mandi mah gampang..” cup! “Nanti tinggal mandi lagi..” cup! ”... Bareng kamu” Ucap Vernon disela-sela kecupan serta hisapannya pada collarbone Seungkwan, dan jari tengahnya yang memanjakan lubang Seungkwan.

Vernon menambahkan jari manisnya masuk ke lubang Seungkwan. Sudah ada dua jari dalam lubang yang semakin mengetat itu.

“Ahh sayangh ahh..” desahan demi desahan Seungkwan ucapkan.

Beberapa kali Seungkwan menancapkan jemari kukunya pada kulit kepala Vernon, menjambak surai itu, dan meliukkan tubuhnya dalam gendongan itu sampai tali pengikat bathrobe yang Vernon pakai sudah terlepas.

Milik Vernon sesekali menyentuh jemarinya yang sedang bermain dengan lubang Seungkwan.

Seungkwan mengeratkan pelukannya, sementara satu tangan Vernon menopang kuat tubuh Seungkwan agar tidak jatuh. Namun, posisi keduanya semakin terlihat berantakan.

“Ah! Bononie aaah,” desah Seungkwan, kini tangan kiri Seungkwan beralih untuk meremat lengan Vernon yang terus memompa lubangnya.

“Hm..?” bisik Vernon tanpa menghentikan jemarinya yang terus bermain dengan lubang Seungkwan.

“Aaku- ah! Aku pegelh -ughh,” lenguh Seungkwan seraya menggerakkan tubuhnya berusaha mencari posisi nyaman dengan jemari Vernon yang mulai melambat serta cairan putihnya mengalir keluar.

“Haha.. Cumnya gemes banget sih,” kekeh Vernon mendengar Seungkwan melenguh gemas disela-sela ejakulasinya.

Vernon pun mengeluarkan 2 jarinya, kembali memberikan kecupan pada collarbone, bahu, dan terakhir tempat tercandunya... yaitu bibir manis Seungkwan. Lalu meletakkan tubuh polos Seungkwan di atas ranjang mereka.

Vernon menunduk menatap Seungkwan yang duduk berhadapan langsung dengan penis milik Vernon.

“Kok makin gede..” gumam pelan Seungkwan menatap penis Vernon yang sudah mengeras dan berurat, ada sedikit cairan precum juga di penis itu.

“Ngomong apa sayang? Gede?” tanya Vernon menangkup kedua pipi Seungkwan untuk menatap ke arahnya dan membungkukan sedikit badannya guna berciuman lagi dengan Seungkwan.

cup!

“Candu banget sih bibir kamu,” ucap Vernon seraya menegakkan kembali tubuhnya.

Namun, Vernon tersentak saat ujung jari telunjuk Seungkwan menyentuh dengan pola melingkar pada kepala penisnya.

Vernon masih menatap Seungkwan yang bermain-main dengan penisnya, mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Seungkwan,

“Inget. Jangan masukin terlalu dalam ke mulut kamu ya!

Kalo gak pake tangan aja deh sama kecup-kecup, aku gak mau nyakitin mulut kamu lagi,” perintah Vernon seraya mengusap bibir tipis Seungkwan dengan ibu jarinya.

Vernon selalu mengucapkan itu ketika Seungkwan mulai memainkan penisnya. Ia sering teringat pertama kali mencoba deepthroat pada Seungkwan, membuatnya tersedak hebat dan melukai sudut bibir Seungkwan. Sebab itu, Vernon sangat hati-hati jika melakukan seks dan sekuat mungkin mengendalikan nafsunya agar tidak menyakiti Seungkwan.

Perlahan Seungkwan menggenggam penis Vernon. Mengurutnya dengan tempo sedang, sesekali mengencangkan genggamannya, memberi tekanan memutar pada kepala penis itu.

“Mmmh,” Vernon mengerang, memejamkan matanya seraya menggenggam lembut pergelangan tangan Seungkwan, mengikuti pergerakan tangan yang mengurutnya.

Seungkwan melirik dan tersenyum melihat Vernon memejamkan mata menikmati pelayanan yang diberikan.

Perlahan Seungkwan mendekatkan mulutnya pada penis yang sedang dipijatnya, memberi kecupan di kepala penisnya sampai Vernon kembali membuka kedua matanya.

Vernon menunduk, melihat Seungkwan yang masih mengecup sekaligus mengurut penisnya dengan lihai.

“Shhh.. Makin pinter ya maininnya,” puji Vernon seraya memindahkan pegangannya pada pucuk kepala Seungkwan, memberi usapan lembut pada surai itu.

Seungkwan menatap Vernon dengan manik coklatnya yang berbinar seolah meminta izin untuk memasukkan penis Vernon ke dalam mulutnya.

Vernon mengangguk, mengawasi pergerakan Seungkwan yang mulai memasukkan penis besar itu dalam mulutnya.

“Stop sayang, segitu aja..” ucap Vernon.

“Jangan terlalu dalam, nanti sakit mulut kamu,” tahan Vernon mengusap pipi Seungkwan, menghentikan empunya memasukkan terlalu dalam.

“Sisanya pakai tangan kamu aja,” perintah Vernon menuntun kedua tangan Seungkwan untuk memegang sisa batang penisnya yang tidak masuk ke mulut Seungkwan.

Seungkwan hanya menurut. Dengan tempo pelan, ia mulai memaju-mundurkan kulumannya kepala penis itu, serta menggerakkan kedua tangan yang menggenggam sebagian penis Vernon.

“Ahgghh..” desah Vernon seraya mengusak surai Seungkwan.

Tempo kuluman dan pijatan Seungkwan mulai dipercepat membuat Vernon terus melenguh keenakan.

“Ahh sayang!” erangan Vernon semakin berat dan tegas, menandakan pencapaiannya akan datang.

Seungkwan semakin liar memaju-mundurkan kuluman dan pijatannya. Ia merasa penis Vernon semakin berkedut dan penuh sesak dalam mulutnya. Vernon berusaha menahan kepala Seungkwan yang bergerak semakin liar.

“Oh.. Kwanie sayangh,” lenguh Vernon.

“Ah sayanghh su-sudah!” ucap Vernon terbata.

Namun Seungkwan tetap dengan tempo cepat membawa Vernon mencapai pelepasannya,

“AH! Sayang stop!” perintah Vernon tak dihiraukan, Seungkwan tetap terus mengulum dan memijatnya.

“A-aku mau keluar sayang.. Akh! Stop!” ucap Vernon serak.

Vernon segera melepas tangan Seungkwan untuk menghentikan pijatan pada penisnya.

Vernon menggenggam penisnya sendiri, bergerak mundur untuk mengeluarkan penisnya dari dalam mulut Seungkwan. Namun, kedua tangan Seungkwan menahan pinggul Vernon yang mulai mundur, membuat penis itu masuk kembali dalam mulut Seungkwan.

“Akh, fuck! I'm cum!”

Vernon mengerang sangat keras, ia telah sampai pada ejakulasinya.

Memijit penisnya dengan penuh penekanan, memuntahkan banyak cairan kental pada mulut Seungkwan. Saking banyaknya, mulut Seungkwan tak sanggup lagi untuk menampung. Seungkwan memundurkan sedikit kepalanya, membiarkan cairan putih itu mulai menetes keluar dari sudut bibirnya.

“Aduh.. kamu kenapa gak dikeluarin dari mulut aja sih,” khawatir Vernon yang melepas tangan Seungkwan pada pinggulnya dan mengeluarkan penisnya dari dalam mulut Seungkwan.

Vernon menggapai tisu di atas nakas, berlutut menyejajarkan tinggi tubuhnya dengan Seungkwan yang sibuk mengecap cairan putih dimulutnya.

Dipegangnya dagu Seungkwan, menatap sebentar wajah polos yang belepotan karna cairan putihnya.

“Enak hehe,” kekeh Seungkwan dengan polosnya.

“Yampun nakal! Masih aja cengengesan,” gemas Vernon seraya membersihkan wajah Seungkwan.

.

.

.

To be continue,


SweetHot—Verkwan🔞 Created at 02/08/2020 Recreated at 24/02/2021 By: Nami